Selain dibakar dalam bentuk rokok, tembakau juga dinikmati dengan
cara lain termasuk dikunyah bersama daun sirih (nginang). Meski tidak
berasap, nginang ternyata memiliki risiko kesehatan yang sama dengan
merokok.
Tradisi mengunyah tembakau dikenal luas di berbagai daerah di
Indonesia maupun dunia. Salah satunya di Jawa Tengah dan sekitarnya,
yang populer dengan istilah nginang atau nyusur.
Saat nginang, tembakau tidak digunakan sendirian melainkan ada
campurannya. Di antaranya adalah endapan kapur (Jawa: njet), buah
pinang, daun gambir dan tidak lupa daun sirih.
Masyarakat meyakini, tradisi ini memberikan manfaat bagi kesehatan
gigi dan mulut. Meski belum banyak penelitian tentang dugaan tersebut,
kebanyakan penginang memang memiliki mulut yang sehat serta gigi yang
kuat meski berwarna agak kekuningan.
Anggapan ini mungkin ada benarnya, sebab beberapa campurannya yakni
gambir serta daun sirih dikenal sebagai antiseptik. Senyawa fitokimia
yang terkandung di dalamnya dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman
penyebab sakit gigi dan bau mulut.
Selain itu nginang juga menggunakan endapan kapur sebagai campuran.
Endapan yang telah membentuk pasta ini mengandung kalsium, yang diyakini
punya manfaat bagi kesehatan gigi dan tulang.
Sampai di sini, manfaat nginang belum terbantahkan. Namun masih ada
satu komponen lagi yang pastinya kontroversial, yakni tembakau. Jika
tembakau dikatakan berbahaya ketika dalam bentuk rokok, apakah hal yang
sama berlaku juga dalam nginang?
Seperti dilansir dari ncbi.nlm.nih.gov, Senin (31/5/2010) sebuah
penelitian pernah dilakukan oleh National Board of Health and Welfare
(1997) untuk melihat hal itu. Ternyata pada smokeless tobacco (produk
tembakau non-rokok) termasuk nginang, dijumpai risiko kesehatan yang
sama dengan merokok meski sedikit lebih kecil.
Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah pada smokeless tobacco
meningkat 2 kali lipat dibandingkan ketika tidak mengonsumsi tembakau.
Sedangkan pada rokok, risiko terebut menginkat 3 kali lipat.
Selain itu, smokeless tobacco dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga memperbesar risiko hipertensi. Hal yang sama juga terjadi pada
rokok.
Karena dampak negatifnya lebih kecil, dalam hal ini nginang bisa
dikatakan lebih aman dibandingkan rokok. Apalagi dampak tersebut hanya
dialami oleh yang bersangkutan, tidak seperti rokok yang mengenal
istilah perokok pasif.
Jika dari sisi kesehatan dampak negatif nginang sudah ditemukan,
dampak negatif dari sisi lingkungan sebenarnya juga ada.
Salah satu komponen dalam nginang adalah pinang, yang mengandung
alkaloid bernama arecoline. Senyawa ini akan memberi warna yang khas
pada air liur saat nginang, yakni merah terang.
Kebiasaan buruk di desa-desa adalah meludah sembarangan. Dengan warna
air liur yang semacam itu, kebiasaan itu tentu saja akan meninggalkan
noda berupa bercak merah di mana-mana.
Sebenarnya masyarakat di Indonesia seperti di Jawa mempunyai wadah
khusus untuk meludah, berupa kaleng kecil yang disebut tempolong.
Masalah lingkungan akan teratasi jika saja semua orang yang nginang
punya wadah semacam ini.
Source : detikhealth